Selasa, 27 September 2011

Membumikan NDP PMII; Usaha Mempertahankan Pancasila

Dalam perjalanan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mahasiswa selalu menjadi “pemeran utama”. Artinya, urgensi atau peranan mahasiswa dalam mewujudkan Negara Kesatuan tidak bisa dihapuskan begitu saja. Termasuk juga dalam peranan mempertahankan keseimbangan atas gejolak yang ada. Mulai dari terbentuknya Negara Republik (baca: proklamasi), mahasiswa menjadi inisiator utama, seperti Soekarno, M. Hatta, dan lain-lain, sampai pada runtuhnya orde baru. Sekali lagi, mahasiswa selalu menjadi “pemeran utama” dalam gerakan perubahan di Indonesia 1.


Pasca Orde Baru

Seiring dengan berjalannya waktu, sebagai Negara, Indonesia tidak pernah lepas dari konstelasi dunia (global). Dalam sejarah Indonesia, banyak bukti yang menunjukkan bahwa Indonesia sering dikendalikan oleh wacana “asing” yang (terkadang) berwatak imperialistik. Bangsa Indonesia sering dijejali dan atau terpukau dengan wacana dari “luar” yang (lagi-lagi terkadang) membuat Indonesia masuk dalam lingkaran hegemoni. Lebih lanjut lagi, persoalan ini memang bukan sekedar dikotomi antara “Barat” dan “Timur”, yang berwatak dangkal dan picik. Akan tetapi, adalah persoalan bahwa wacana tersebut yang (kebetulan) berasal dari “Barat” itu sering berefek menjajah atau menelikung.

Indonesia lantas tidak sekedar masuk dalam lingkaran wacana (Barat) yang menggerus dirinya. Akan tetapi, juga masuk dalam cengkraman imperialisme global yang sangat hegemonik. Indonesia dijajah dan dikendalikan, misalnya dari aspek sosial, politik, ekonomi, ideologi, kebudayaan dan seterusnya.

Selain itu, dari sudut pandang ideologis (khususnya), Indonesia beberapa tahun belakangan menjadi “kalang kabut”, sebut saja persoalan (baca: wacana) HAM dan Agama, issue tran-nasional yang kemudian sangat berdampak besar bagi keutuhan NKRI. Akhirnya, sebagai dampak dari itu, pancasila pun sebagai ideology Negara “sedikit” tergoncang eksistensinya (baca: keberadaannya).

Dari berbagai permasalahan yang terjadi, bangsa Indonesia, akhirnya –diakui ataupun tidak- sedikit kehilangan karakter berkebangsaannya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pergulatan ideologis antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain (rasikalisme dan liberalism) mulai dari semangat membentuk Negara Islam (baca: Khilafah Islamiyah) oleh beberapa kelompok sampai pada pengahapusan pancasila sebagai ideologi Negara. Termasuk juga hilangnya karakter nasionalisme dalam diri (sebagian) tokoh politik di Indonesia.

Mengapa demikian? Dampak dari pergulatan tersebut, kemudian menjadikan masyarakat Indonesia (dunia pada umumnya) bersikap pragmatis, hedonis, dan berfikir positivistic-materialistik. Sehingga, “kejahatan” politik kemudian menjadi perihal yang permisif, sebut saja, korupsi yang merupakan kejahatan HAM.

PMII dan Keutuhan Pancasila; Membumikan NDP PMII

Adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang merupakan organisasi keislaman yang berbasis pengkaderan dan bersifat keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyarakatan, independensi dan professional2, (seharusnya) mempunyai peranan penting dalam mempertahankan Pancasila sebagai ideologi Negara yang kemudian menjadi landasan dalam membentuk karakter bangsa.

Berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia seperti yang telah dijelaskan di atas, perlu memperoleh perhatian khusus oleh para aktivis mahasiswa, khususnya PMII yang memang memiliki kerangka atau acuan dalam segala aktivitas gerakan yang dilakukan (baca: NDP).

Kerangka acuan tersebut harus menjadi titik pijak gerakan dalam menghadapi berbagai permasalahan, termasuk dalam membentuk karakter berkebangsaaan.

Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang notabene menjadi ideologi alternatif3 dalam mengimbangi laju globalisasi, agar tercipta tatanan yang seimbang “tanpa tekanan dan dominasi”. Keberadaan Aswaja –sebagai ideologi yang ditawarkan- bisa mengadaptasi dengan situasi dan kondisi. Terntunya, segala langkah perubahan yang diambil harus tetap berlandaskan pada paradigm kaidah al-Muhafadzatu ala Qodim al-Sholih wa al-akhdzu bi al-Jadid al-Ashlah, (meyamakan langkah dengan mempertahankan sebuah tradisi yang kondisinya masih baik dan relevan dengan masa kini atau berkolaborasi dengan nilai-nilai baru yang kenyataannya pada era kekinian dan masa mendatang akan lebih baik).

Sementara Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII yang merupakan rumusan nilai-nilai yang diturunkan secara langsung dari ajaran Islam serta kenyataan masyarakat dan negeri Indonesia, dengan kerangka pendekatan Ahlussunnah wal-Jama’ah. NDP harus senantiasa menjiwai seluruh aturan organisasi, memberi arah dan mendorong gerak organisasi, serta menjadi penggerak setiap kegiatan organisasi dan kegiatan masing-masing anggota. Sebagai ajaran yang sempurna, Islam harus dihayati dan diamalkan secara kaffah atau menyeluruh oleh seluruh anggota dengan mencapai dan mengamalkan Iman (aspek aqidah), Islam (aspek syari’ah) dan Ihsan (aspek etika, akhlak dan tasawuf.

Sebagai tempat hidup dan mati, negeri maritim Indonesia merupakan rumah dan medan gerakan organisasi. “Di Indonesia organisasi hidup, demi bangsa Indonesia organisasi berjuang”.

Sebagai tempat semai dan tumbuh negeri Indonesia telah memberi banyak kepada organisasi. Oleh sebab itu, organisasi dan setiap anggotanya wajib memegang teguh komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. NDP adalah penegasan nilai atas watak keindonesiaan organisasi.

NPD PMII yang di dalamnya terdapat nilai ketuhanan (Tauhid), nilai ke-hamba-an sebagai seorang makhluk yang berelasi dengan penciptanya (Hablun minallah), nilai humanism (Hablun minannas), dan nilai kecitaan terhadap alam dan tanah air (hablun minal alam). Dan Ahlussunnah wal Jama’ah digunakan sebagai pendekatan berpikir (Manhaj al-Fikr) untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam. Pilihan atas Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai pendekatan berpikir dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam merupakan keniscayaan di tengah kenyataan masyarakat Indonesia yang serba majemuk. Dengan Ahlussunnah wal Jama’ah yang mengenal nilai kemerdekaan (al-Hurriyah), persamaan (al-Musawah), keadilan (al-’Adalah), toleransi (Tasamuh), dan nilai perdamaian (al-Shulh), maka kemajemukan etnis, budaya dan agama menjadi potensi penting bangsa yang harus dijaga dan dikembangkan. (Sekali lagi) terlebih dalam rangka menjaga eksistensi pancasila di bumi Nusatara.

Harapan: PMII for Nusantara

Keberadaan PMII sebagai organisasi yang dapat menciptakan sub-cultur di tataran mahasiswa, tentunya dengan landasan tersebut, diharapkan dapat menjadi solusi atas keutuhan dan eksistensi pancasila. Baik dari tantangan imperialisme globalisasi maupun pergulatan ideologi trans-nasionalisme yang hari ini sangat “mengganggu” bangsa Indonesia.

Dengan nila-nilai tersbut pula, PMII dapat menjadi “satu-satunya” oraganisasi yang bisa membentuk karakter nasionalisme-kultural. Artinya, karakter yang dibentuk oleh PMII, kemudian dapat membentuk karakter yang secara social-agama dapat dipertanggungjawabkan segala tingkah lakunya (baca: perbuatannya) seperti yang termaktub dalam Tujuan PMII “Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia4.”

Akhirnya, dengan terbentuknya karakter tersebut, maka (sekali lagi) eksistensi Pancasila sebagai ideologi Negara tidak akan pernah terganggu oleh berbagai macam gerakan. Semoga refleksi ini dapat tercapai sesuai dengan konteks serta realistis.


*Ditulis untuk memenuhi persyaratan administratif untuk mengikuti Pelatihan kader Lanjutan (PKL) di Yogyakarta.

** Kader PMII Rayon “Perjuangan” Ibnu Aqil Komisariat Sunan Ampel Malang



Oleh Abdur Rahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar