Jumat, 23 Januari 2015

MEMBACA NU DAN PMII

Sebagaimana diberitakan di NU Online bahwa salah satu rekomendasi dari Musyarawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas-Konbes NU) yang berlangsung pada 1-2 November 2014 di Jakarta adalah memberikan tenggang waktu kepada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) untuk kembali ke NU sampai Muktamar NU pada 2015 mendatang.
Hal ini mengundang banyak kalangan untuk kembali membincang PMII haruskah kembali ke NU atau tidak. Dalam menentukan sikap seperti ini tentunya harus melalui diskusi yang matang mengingat PMII sendiri bukanlah organisasi yang kecil melainkan menjadi organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia. Hubungan NU dan PMII mempunyai sejarah yang kuat, mengingat juga PMII lahir dari rahim NUdan menjadi besar juga karena NU.
Saat itu, pada kongres ke-5 PMII di Medan tahun 1973 sebagai tindak lanjut dari Musyawaroh Besar II di Murnajati Lawang-Malang, melahirkan Manifesto Independensi PMII. Karena sudah tidak memungkinkan lagi PMII sebagai insan pergerakan berada pada struktur NU, mengingat saat itu NU sendiri terjebak dalam politik praktis sehingga ruang gerak PMII sendiri menjadi terkungkung. Dan ini menjadi kerugian bagi PMII untuk berperan secara bebas dalam memperjuangkan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan Pancasila sebagaimana tertuang dalam tujuan PMII sendiri.
            Keterikatan PMII dan NU memang kuat, baik secara visi-misi maupun secara historis. Maka dari itu pada kongres PMII ke-10 tahun 1991 di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, melahirkan pernyataan Deklarasi Interdepedensi PMII-NU. Meskipun PMII tidak berada dalam struktur NU, tidak kemudian PMII bertindak semena-mena. Secara kultur PMII mempunyai persamaan dalam hal ideologi beragama maupun ideologi bernegara yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah dan Pancasila. Di sisi lain juga, kader PMII berlatang belakang keluarga NU dan lahirnya juga dari NU.
            Hingga saat ini, hubungan interdepedensi PMII dan NU tidak mengalami perubahan. Hasil Interdepedensi sudah menjadi keputusan final meskipun dari NU sendiri mengeluarkan maklumat yang menginginkan PMII kembali ke pangkuan NU dengan batas tenggang pada muktamar NU tahun 2015.
            Dalam menyikapi hal ini, sebagaimana saya sebutkan di atas harus melalui diskusi panjang. Dan dalam hal ini, PB PMII sebagai puncuk pimpinan di struktur PMII harus ambil sikap dengan mengumpulkan seluruh kader PMII se-Indonesia terkait membincang haruskan PMII kembali ke pangkuan NU atau tetap Interdepedensi seperti saat ini. Harapannya dapat melahirkan keputusan, kalaupun harus kembali ke pangkuan NU dengan pelbagai pertimbangan dan alasan yang kuat. Begitu juga jika menolak kembali ke pangkuan NU tentunya juga disertai dengan pelbagai pertimbangan dan alasan yang kuat. Sehingga bisa dimengrti oleh seluruh kader PMII di Indonesia.
            Ada analogi menarik dari salah satu senior PMII Kota Malang mas Romdlon yangsaya kutip dari akun facebooknya (Romdlon Muchammad), yaitu:
Namanya mahasiswa, meski punya rumah, punya Bapak ibu, hidupnya sehari hari ya kost. Jika kangen atau bekal habis, atau liburan, ya pulang, minta sangu atau beraktivitas dg bapak ibu dan saudara lainnya. Begitulah PMII, bukan banom NU, sering ngriwuki NU atau Muslimat tapi juga sering mbantu NU dan Muslimat, termasuk penyediaan SDM. PMII sering berkutatria dg Ansor & Fatayat, nongkrongi IPNU-IPPNU. Maka biarlah, tak perlu diultimatum dengan pendirian PMII-P(erjuangan) semisal GMNU - gerakan mahasiswa NU, jika PMII tak mau jadi banom NU. Anggap saja sebagai anak yang kuliahnya masih aktif, tentu masih kost di luar rumah bapak ibunya. Mahasiswa baru balik rumah setelah diwisuda jd sarjana. PMII pasti balik ke rumah idiologinya NU, setelah lulus jd aktifis PMII”.
Di atas rasanya sudah cukup bagus dalam menggambarkan hubungan PMII dan NU. Kader PMII secara individu juga kader NU, kader PMII bisa juga dikatakan sebagai kader muda NU. Tentunya, sudah sepatutnya NU sendiri memberikan ruang khusus untuk kepada PMII untuk berekspresi dan mengeksplorasi gagasannya. Ahmad Baso dalam bukunya (baca: agama NU, hal. 246) mengatakan bahwa tidak mungkin juga dalam menyikapi sesuatu kalangan muda, kalangan tua bahkan kalangan Tanfidziyah NU harus menggunakan cara pandang yang sama dan masing-masing mempunyai cara maupun model yang berbeda. Sama halnya anak PMII yang memprotes pemerintah, lalu mengajak Kyainya juga ikut turun ke jalan bikin demo!. Nah, hal seperti ini tidak mungkin sampai terjadi.
Saya rasa, hubungan interdepedensi PMII dan NUadalah keputusan yang terbaik. Meskipun tidak dalam struktur PMII dan NU, toh, juga mempunyai tujuan yang sama, nilai-nilai perjuangan yang sama dan ideologi yang sama yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah. Dan PMII tetap berada dalam poros sebagai insan pergerakan yang selalu kritis, pantang berputus asa dalam situasi dan kondisi apapun. Wallahu A’lam

Ahmad Zainullah
Kader PMII Rayon “Perjuangan Ibnu Aqil”
PC. PMII Kota Malang
Probolinggo, 22 Januari 2015, Jam 22.15 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar