Sebagaimana diberitakan di NU Online bahwa salah satu rekomendasi
dari Musyarawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas-Konbes
NU) yang berlangsung pada 1-2 November 2014 di Jakarta adalah memberikan
tenggang waktu kepada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) untuk kembali
ke NU sampai Muktamar NU pada 2015 mendatang.
Hal ini mengundang banyak kalangan untuk kembali membincang PMII
haruskah kembali ke NU atau tidak. Dalam menentukan sikap seperti ini tentunya
harus melalui diskusi yang matang mengingat PMII sendiri bukanlah organisasi
yang kecil melainkan menjadi organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia.
Hubungan NU dan PMII mempunyai sejarah yang kuat, mengingat juga PMII lahir
dari rahim NUdan menjadi besar juga karena NU.
Saat itu, pada kongres ke-5 PMII di Medan tahun 1973 sebagai tindak
lanjut dari Musyawaroh Besar II di Murnajati Lawang-Malang, melahirkan
Manifesto Independensi PMII. Karena sudah tidak memungkinkan lagi PMII sebagai
insan pergerakan berada pada struktur NU, mengingat saat itu NU sendiri
terjebak dalam politik praktis sehingga ruang gerak PMII sendiri menjadi
terkungkung. Dan ini menjadi kerugian bagi PMII untuk berperan secara bebas
dalam memperjuangkan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang
berlandaskan Pancasila sebagaimana tertuang dalam tujuan PMII sendiri.
Keterikatan PMII dan NU memang kuat,
baik secara visi-misi maupun secara historis. Maka dari itu pada kongres PMII
ke-10 tahun 1991 di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, melahirkan pernyataan
Deklarasi Interdepedensi PMII-NU. Meskipun PMII tidak berada dalam struktur NU,
tidak kemudian PMII bertindak semena-mena. Secara kultur PMII mempunyai
persamaan dalam hal ideologi beragama maupun ideologi bernegara yaitu Ahlussunnah
wal Jama’ah dan Pancasila. Di sisi lain juga, kader PMII berlatang belakang
keluarga NU dan lahirnya juga dari NU.
Hingga saat ini, hubungan
interdepedensi PMII dan NU tidak mengalami perubahan. Hasil Interdepedensi
sudah menjadi keputusan final meskipun dari NU sendiri mengeluarkan maklumat
yang menginginkan PMII kembali ke pangkuan NU dengan batas tenggang pada
muktamar NU tahun 2015.
Dalam menyikapi hal ini, sebagaimana
saya sebutkan di atas harus melalui diskusi panjang. Dan dalam hal ini, PB PMII
sebagai puncuk pimpinan di struktur PMII harus ambil sikap dengan mengumpulkan
seluruh kader PMII se-Indonesia terkait membincang haruskan PMII kembali ke
pangkuan NU atau tetap Interdepedensi seperti saat ini. Harapannya dapat
melahirkan keputusan, kalaupun harus kembali ke pangkuan NU dengan pelbagai
pertimbangan dan alasan yang kuat. Begitu juga jika menolak kembali ke pangkuan
NU tentunya juga disertai dengan pelbagai pertimbangan dan alasan yang kuat.
Sehingga bisa dimengrti oleh seluruh kader PMII di Indonesia.
Ada analogi menarik dari salah satu
senior PMII Kota Malang mas Romdlon yangsaya kutip dari akun facebooknya
(Romdlon Muchammad), yaitu:
“Namanya mahasiswa,
meski punya rumah, punya Bapak ibu, hidupnya sehari hari ya kost. Jika kangen
atau bekal habis, atau liburan, ya pulang, minta sangu atau beraktivitas dg
bapak ibu dan saudara lainnya. Begitulah PMII, bukan banom NU, sering ngriwuki
NU atau Muslimat tapi juga sering mbantu NU dan Muslimat, termasuk penyediaan
SDM. PMII sering berkutatria dg Ansor & Fatayat, nongkrongi IPNU-IPPNU.
Maka biarlah, tak perlu diultimatum dengan pendirian PMII-P(erjuangan) semisal
GMNU - gerakan mahasiswa NU, jika PMII tak mau jadi banom NU. Anggap saja
sebagai anak yang kuliahnya masih aktif, tentu masih kost di luar rumah bapak
ibunya. Mahasiswa baru balik rumah setelah diwisuda jd sarjana. PMII pasti
balik ke rumah idiologinya NU, setelah lulus jd aktifis PMII”.
Di atas rasanya sudah cukup bagus dalam menggambarkan hubungan PMII
dan NU. Kader PMII secara individu juga kader NU, kader PMII bisa juga
dikatakan sebagai kader muda NU. Tentunya, sudah sepatutnya NU sendiri
memberikan ruang khusus untuk kepada PMII untuk berekspresi dan mengeksplorasi
gagasannya. Ahmad Baso dalam bukunya (baca: agama NU, hal. 246) mengatakan
bahwa tidak mungkin juga dalam menyikapi sesuatu kalangan muda, kalangan tua
bahkan kalangan Tanfidziyah NU harus menggunakan cara pandang yang sama dan
masing-masing mempunyai cara maupun model yang berbeda. Sama halnya anak PMII
yang memprotes pemerintah, lalu mengajak Kyainya juga ikut turun ke jalan bikin
demo!. Nah, hal seperti ini tidak mungkin sampai terjadi.
Saya rasa, hubungan interdepedensi PMII dan NUadalah keputusan yang
terbaik. Meskipun tidak dalam struktur PMII dan NU, toh, juga mempunyai tujuan
yang sama, nilai-nilai perjuangan yang sama dan ideologi yang sama yaitu
Ahlussunnah wal Jama’ah. Dan PMII tetap berada dalam poros sebagai insan
pergerakan yang selalu kritis, pantang berputus asa dalam situasi dan kondisi
apapun. Wallahu A’lam
Ahmad
Zainullah
Kader
PMII Rayon “Perjuangan Ibnu Aqil”
PC.
PMII Kota Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar