PMII adalah
organisasi yang dilahirkan dari tubuh NU. Dari tinjauan ulang sejarah, para
mahasiswa NU pada waktu itu ingin mendirikan suatu organisasi khusus di level
mahasiswa karena pada saat itu yang ada hanyalah IPNU yang notabenenya adalah
untuk pelajar. Sedangkan mahasiswa sebagai pribadi yang bebas, kritis dan penuh
gejolak semangat di rasa tidak bisa berada dalam lingkup IPNU, mereka
membutuhkan ruang gerak tersendiri. Akhirnya pada akhir tahun 1955 dibentuklah
Ikatan Mahasiswa NU (IMANU) yang diprakarsai oleh beberapa pimpinan pusat dari
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Namun tak lama berselang, PBNU segera
membubarkannya karena mempertimbangkan efektifitas kerja dan waktu.
IPNU kemudian
mengadakan Konferensi Besar di Kaliurang pada tanggal 14-16 Maret 1960. Dalam
konferensi ini dirumuskan pendirian suatu organisasi mahasiswa yang terlepas
dari IPNU baik secara struktural maupun administratif yang kemudian
dikristalkan dengan nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan
dikukuhkan dalam dokumen lahir yang dibuat di Surabaya. Tepatnya di Taman
Pendidikan Khodijah pada tanggal 17 April 1960.
PMII yang pada
waktu itu masih terikat dengan NU bergerak dengan politik praktis karena berada
di bawah naungan NU. PMII sebagai organisasi mahasiswa tidak bisa bergerak
bebas karena harus senantiasa mendukung dan menyokong tindak tanduk NU yang
pada waktu itu masih menjadi organisasi politik. Hal itu dianggap merugikan
PMII karena membatasi pergerakannya.
Kondisi ini
menuntuk PMII untuk mengkaji ulang arah geraknya, khususnya dalam bidang
politik praktis. Sehingga pada tanggal 14-16 Juli 1972 PMII mengadakan
Musyawarah Besar yang melahirkan deklarasi Independen di Murnajati, Lawang,
Jawa Timur, kemudian dikenal dengan “Deklarasi Murnajati”.
Dan kini NU
menuntuk PMII untuk kembali manjadi Badan Otonom (Banom) NU dikarenakan NU
sudah tidak menjadi organisasi politik lagi sejakmuktamar ke-27 di Situbondo
pada tahun 1984, dibawah kepemimpinan K.H Abdurahman Wahid (Gus Dur) NU
menyatakan sikap “kembali ke khittah 1926” NU meletakkan organisasi politik dan
kembali menjadi organisasi sosial keagamaan.
Sebenarnya
tuntutan untuk kembali ke tubuh NU lagi tidak hanya sekali ini dilakukan oleh
NU, sebelumnya pada maret 2011 lalu Pengurus Besar NU juga pernah menuntut PMII
untuk kembalik lagi ke dalam badan NU. Kini tuntutan itu kembali diajukan pada
Sidang Komisi Organisasi Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar
Nahdatul Ulama (Munas-Konbes NU) pada Sabtu, 1 November 2014 lalu. PBNU dan
seluruh perwakilan wilayah NU dari seluruh Indonesia telah sepakat memberikan
tenggat waktu kepada PMII hingga menjelang Muktamar NU 2015 nanti. Jika tak ada
sikap dari PMII maka PBNU memutuskan akan membuat organisasi kemahasiswaan baru
di bawah naungan NU.
Mengapa PMII harus kembali menjadi Banom NU?
Ada beberpa alasan
kuat terkait harus kembalinya PMII menjadi banom NU.
Pertama, alasan PMII untuk melepaskan diri dan mendeklarasikan
independen dengan deklarasi Murnajati adalah karena pada waktu itu NU bukanlah
organisasi sosial keagamaan namun organisasi politik. Sedangkan sejak tahun
1984 NU sudah memutuskan untuk kembali ke khitta 1926 dan menjadi organisasi
sosial keagamaan lagi sehingga alasan PMII keluar dari banom NU karena NU
adalah organisasi politik sudah tidak bisa berlaku lagi.
Kedua, PMII dan NU sama-sama memilki komitmen menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di era reformasi ini kebebasan sudah bisa
dirasakan oleh semua elemen masyarakat Indonesia. Saat ini bersikap demokratis
transformatif adalah pilihan yang benar, memperbaiki sistem dari dalam adalah
cara yang harus diambil PMII untuk
mendorong agenda kesejahteraan. Oleh karena itu akan lebih mudah bagi PMII jika
kembali ke dalam naungan NU lagi.
Ketiga, Saat ini banyak sekali organisasi baru muncul dengan
berbagai slogan dan ideologinya. Tak jarang juga pergerakan organisasi itu
mengancam keutuhan NKRI. PMII dan NU yang sudah final mengatakan Pancasila dan
NKRI harga mati harus bisa menghalau berbagai ancaman yang menerpa. PMII dan NU
yang sama-sama berlandaskan ASWAJA dan sama-sama organisasi besar harus bekerja
sama dan menjadi satu untuk tetap memperjuangkan bangsa. Karena jika PMII dan
NU berjalan sendiri-sendiri maka kekuatan besar tersebut akan terbelah menjadi
dua.
Independensi PMII
Wacana tentang
tuntutan NU untuk menjadikan PMII menjadi Banom masih menuai pro dan kontra.
Beberapa alasan tentang patutnya PMII kembali ke dalam tubuh NU sudah
dipaparkan dalam penjelasan di atas. Namun ada juga beberapa alasan dari
kader-kader PMII yang menolak kembalinya PMII ke dalam tubuh NU.
Independensi bukan
hanya soal lepasnya PMII dari tubuh NU, tapi juga soal kebebasan PMII dalam
segala geraknya. PMII tidak bisa berada di bawah naungan NU karena sebagai
organisasi mahasiswa yang bebas, PMII akan terkungkung karena di saat
menghadapi berbagai permasalahan harus memperhatikan kepentingan induknya.
Mahasiswa sebagai insan akademis harus menentukan sikap secara objektif dan
tidak bisa subjektif terarah pada NU.
Dan untuk
mengembangkan ideologinya PMII jadi dapat memperjuangkannya sendiri, dengan
perubahan AD/ART yang tidak lagi dibatasi secara formal oleh madzab yang empat.
PMII dapat lebih leluasa mengembangkan sayap di berbagai perguruan tinggi umum
ataupun perguruan tinggi agama karena sifat ke-netralannya.
Sikap independensi
juga bukan berarti PMII keluar dari faham ahlussunah wal jama’ah (Aswaja).
Keterpisahan antara PMII dan NU hanya nampak pada organisatoris formal saja.
Pada dasarnya kader PMII juga merupakan kader muda NU. Sebab kenyataanya,
keterpautan moral, kesamaan background, pada keduanya sulit untuk
direnggangkan.
PMII adalah
organisasi kemahasiswaan, mahasiswa adalah insan yang mempunyai cara pandang
yang unik dan berbeda. Sehingga tidak mungkin memilik cara pandang yang sama
dengan para golongan tua dalam menyikapi suatu masalah. Jika kembali ke NU,
pergerakan PMII akan sangat terbatas sehingga tugas utama kader sebagai Agent
of Change tak akan terpenuhi secara semestinya. Terutama dalam konteks
mengkritisi pemerintah dan isu-isu politik lainnya. Sebab, sebelum mengambil
keputusan, PMII harus terlebih dahulu meminta persetujuan dan pendapat para
kiyai-kiyai PBNU.
Melihat dari
berbagai aspek pro kontra tersebut. Keputusan untuk kembali atau tidaknya PMII
ke dalam badan NU harus di pertimbangkan matang-matang oleh Pengurus Besar PMII
dengan persetujuan dan pendapat seluruh kader PMII di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar